Sebuah bangunan kecil berwarna krem terlihat ramai dipadati turis asing pada Selasa malam, 29 Agustus lalu. Mereka duduk berkelompok mengelilingi meja-meja di dalamnya. Di pintu masuk terlihat beberapa wisatawan berdiri sambil menikmati minuman kaleng di tangan mereka. Tim Jelajah Terumbu Karang Kompas bergabung dengan para wisatawan ini sambil menunggu tersedianya tempat duduk.
Bangunan ini adalah Kafe La Cucina yang menawarkan masakan dengan cita rasa Italia. Letaknya di Jalan Soekarno-Hatta, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kafe ini sangat populer dan menjadi salah satu tempat nongkrong yang digemari turis asing di Labuan Bajo. Pengamatan kami setelah mendapat tempat duduk, semua pengunjung kafe malam itu adalah turis asing dari berbagai negara. Hanya kami berempat dan para pelayan kafe yang berkebangsaan Indonesia.
Kafe La Cucina merepresentasikan cita rasa asing dalam bisnis pariwisata di Manggarai Barat. Dari daftar menu yang disodorkan kepada pengunjung, mayoritas makanan yang ditawarkan di sini adalah makanan Italia. Menu utama yang disajikan adalah pizza.
La Cucina merupakan salah satu model bisnis pariwisata yang menggunakan investasi asing di Labuan Bajo. Dalam empat tahun terakhir, sektor pariwisata di Labuan Bajo menjadi primadona para investor asing ataupun dalam negeri dan paling tinggi kenaikan nilai investasinya. “Dari semua perizinan investasi yang masuk ke sini, hampir semuanya bergerak di sektor pariwisata. Investasinya meningkat setelah Sail Komodo tahun 2013,” kata Abdurrahman, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Manggarai Barat.
Dari data realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN), terlihat sekali peningkatan nilai investasi pada sektor pariwisata. Dari 58 PMA yang tercatat di Manggarai Barat pada 2017, investasi di sektor pariwisata sebanyak 45 investor (77,6 persen). Sisanya adalah investasi di sektor pertambangan dan budidaya mutiara. Dari 45 PMA sektor pariwisata, 33 sudah aktif, sementara 12 lainnya belum operasional dan masih dalam proses perizinan.
Catatan realisasi PMDN di Manggarai Barat tahun 2017 juga terpusat di sektor pariwisata. Dari 68 PMDN yang masuk tahun ini, 61 investor (89,7 persen) menanamkan modalnya di sektor pariwisata. Hanya 10 persen investor yang menanamkan modal mereka di sektor konstruksi, pertambangan, dan real estat. Dari catatan dinas PMPTSP juga diketahui, investasi di sektor pariwisata berjalan lancar karena sebanyak 52 investasi di sektor ini berada dalam kondisi aktif. Sementara yang tidak aktif lantaran masih dalam proses perizinan sebanyak 7 investasi, sisanya dalam proses peralihan ke PMA atau sebaliknya.
Demam pariwisata
Sail Komodo tahun 2013 merupakan momentum kebangkitan pariwisata di Manggarai Barat, khususnya di Labuan Bajo. Festival yang mengeksplorasi potensi wisata, mulai dari satwa komodo, keindahan laut, hingga keanekaragaman hayati bawah laut ini berhasil mengangkat nama Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi wisata tingkat dunia.
Seiring dengan suksesnya Sail Komodo, peluang bisnis pariwisata di kota yang terletak di ujung barat Pulau Flores ini semakin prospektif. Para investor asing ataupun domestik berduyun-duyun masuk ke Labuan Bajo untuk menawarkan skema bisnis berupa investasi, entah bersifat asing murni atau patungan dengan para pengusaha lokal.
Salah satu fenomena yang bisa dirasakan warga di balik meningkatnya bisnis pariwisata di Labuan Bajo ini adalah perburuan lahan-lahan kosong yang ada di pesisir pantai untuk dibeli. Tingginya permintaan tanah ini membuat harga tanah di Labuan Bajo dan sekitarnya meningkat drastis. Akibatnya, banyak calo tanah bermunculan di Labuan Bajo membujuk warga untuk melepaskan tanah mereka demi investasi pembangunan hotel.
Andi Alvin, salah satu warga Desa Gorontalo, pernah meraup keuntungan hingga satu miliar rupiah lebih dari hasil jual-beli tanah di desanya. Pada 2003, ketika pemekaran Kabupaten Manggarai Barat, Andi membeli sepetak tanah seluas 253 meter persegi dari tetangganya seharga Rp 15 juta. “Tahun 2014, ada yang mau beli. Saya kasih harga Rp 1,5 miliar. Langsung dibeli, tidak pake tawar-tawar lagi”, ujar Andi sambil tertawa riang ketika ditemui di rumahnya di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo.
Andi lalu memutar uang dari hasil penjualan tanah tersebut untuk berburu tanah-tanah kosong yang ada di sekitar tempat tinggalnya dengan harga yang murah. Sekarang, tanah-tanah kosong yang dulu dia jual di sepanjang Pantai Pede, Desa Gorontalo, sudah berdiri hotel-hotel bintang tiga setinggi 3 lantai.
Hotel masih menjadi primadona bisnis pariwisata di Manggarai Barat. Pertumbuhannya sangat cepat dalam sepuluh tahun terakhir.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Manggarai Barat Silvester Wanggae mengatakan, sebelum tahun 2005 jumlah hotel di Labuan Bajo hanya 30. Tahun 2017 jumlah hotel meningkat drastis.
Berdasarkan data Dinas PMPTSP Manggarai Barat, total hotel yang sudah beroperasi secara resmi sampai sekarang sebanyak 62 hotel. Sementara yang menunggu proses perizinan sebanyak 34 hotel. Jumlah ini belum termasuk hotel-hotel yang masih dalam proses pembangunan yang tersebar di seluruh Labuan Bajo, Pantai Pede, dan beberapa lokasi di Kecamatan Komodo.
“Meningkatnya jumlah hotel sekarang karena jumlah kunjungan wisatawan asing dan Nusantara terus meningkat setelah Sail Komodo. Kalau dulu para wisatawan ke sini hanya mau melihat komodo. Sekarang mereka tidak mau lihat komodo saja, tetapi mau diving, snorkeling, atau berjemur di pantai”, kata Wanggae ketika ditemui di kediamannya di Labuan Bajo, akhir Agustus lalu.
Bisnis baru
Konsekuensi dari tren kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo ini adalah munculnya bisnis-bisnis baru, yaitu wisata tirta atau wisata bahari yang menawarkan aktivitas selam (diving), snorkeling, menikmati keindahan pantai, dan menikmati perjalanan menggunakan kapal (live on board). Dulu, wisata bahari ini masih menjadi paket yang ditawarkan hotel sehingga manajemennya diatur oleh hotel.
Namun, setelah Sail Komodo berhasil mengeksplorasi keindahan bawah laut di perairan Pulau Komodo dan sekitarnya, bisnis wisata air ini langsung melonjak. Animo wisatawan terhadap aktivitas selam membuat pengusaha jasa pariwisata berani membuka bisnis ini secara mandiri. Tercatat, hingga 2017 telah ada 33 unit bisnis wisata air yang beroperasi di Labuan Bajo. Sementara yang masih menunggu proses perizinan sebanyak 13 unit usaha.
Bisnis restoran di Labuan Bajo sudah relatif lama berkembang, seiring dengan perkembangan hotel. Namun, pertumbuhannya relatif stagnan karena pertambahan jumlahnya tidak secepat hotel dan wisata tirta. Data dari dinas PMPTSP menunjukkan, jumlah restoran yang telah beroperasi secara resmi sebanyak 11 unit. Masih ada 6 restoran yang sedang menunggu keluarnya izin usaha dari dinas PMPTSP.
Kondisi ini juga terjadi pada bisnis agen perjalanan wisata dan penjualan tiket (tour and travel). Bisnis ini yang paling terpukul di Labuan Bajo ketika pemanfaatan jasa agen perjalanan wisata tergantikan oleh media daring. Hingga tahun 2017 jumlah agen wisata yang beroperasi resmi di Manggarai Barat tercatat sebanyak 10 agen.
Menurut pemilik Agen Travel Flores Wisata Donatus Matur, sepinya bisnis agen wisata dalam dua tahun terakhir ini disebabkan oleh daya saing yang lemah dalam permodalan. Agen perjalanan wisata merupakan peluang bisnis yang paling banyak dijalankan oleh orang-orang lokal karena modalnya tidak sampai Rp 100 juta. Keadaan ini menurut Donatus, membuat semua agen hampir tidak memiliki inovasi untuk bersaing dengan tren digital yang semakin canggih.
“Sekarang ini semua serba online. Mau pesan kamar, tiket, sampai kapal untuk perjalanan ke pulau. Para wisatawan sekarang sudah tidak perlu lagi melihat promo paket wisata lewat brosur yang ditawarkan agen. Semua bisa langsung dilihat melalui website. Tiba-tiba mereka sudah ada di sini. Semuanya sudah full service,” kata Donatus.
Agen yang memiliki modal di atas 100 juta rupiah kondisinya relatif sama meskipun bisnis yang mereka jalani sekarang masih terlihat ramai. Menurut Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Asita) Kabupaten Manggarai Barat ini, agen-agen tersebut hanya menjadi cabang yang menjalankan fungsi pemasaran dari kantor pusat yang ada di Bali dan Jakarta. Selebihnya nasib agen-agen ini pun sama seperti agen lokal.
Asing dan domestik
Pada 2 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata unggulan di Indonesia. Konsekuensinya, para pemangku kepentingan pariwisata di Manggarai Barat harus mempromosikan potensi wisata untuk menarik jumlah kunjungan 500.000 wisatawan mancanegara dalam lima tahun. Inilah target yang dibebankan oleh pemerintah pusat kepada Labuan Bajo di balik penetapan statusnya sebagai destinasi wisata unggulan.
Upaya Pemkab Manggarai Barat mempromosikan pariwisata sebetulnya sudah dilakukan sejak daerah ini dimekarkan 14 tahun silam. Bisnis pariwisata sudah digerakkan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah ini. Orientasi destinasi wisata saat itu masih bertumpu pada satwa komodo yang reputasinya memang sudah mendunia.
Namun, reputasi ini belum bisa menstimulasi investasi di sektor pariwisata meskipun komodo masih menjadi daya tarik wisatawan. Pasalnya, di Manggarai Barat saat itu tidak ada obyek wisata lain yang memiliki reputasi dan daya tarik sekuat komodo yang bisa dijual kepada dunia.
Sail Komodo lagi-lagi menjadi momentum yang mempertemukan pesona keindahan alam laut Labuan Bajo dengan motivasi investor yang ingin segera menjual pesona tersebut. Kunci untuk membuka kebuntuan inovasi guna mempromosikan potensi wisata kepada investor sudah dalam genggaman. Keindahan alam bawah laut pun menggema ke dunia seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang kian canggih. Promosi-promosi wisata berhasil mengundang investor asing maupun domestik untuk berbisnis di Labuan Bajo.
Dalam tiga tahun ini, paling tidak ada empat jenis bisnis pariwisata yang investasinya sudah berjalan dengan baik di Labuan Bajo, yaitu hotel, restoran, wisata bahari, dan agen wisata. Keempat usaha ini merupakan unit bisnis utama dalam sektor pariwisata. Ada juga unit bisnis tambahan, yaitu berupa gabungan dari keempat unit bisnis tersebut yang terdiri dari dua hingga tiga usaha. Kesemua bisnis ini merupakan pemasok terbesar nilai investasi yang terealisasi, baik PMA maupun PMDN.
[kompas-highchart id=”investasi-asing-pariwisata”]
Jika dibandingkan secara langsung, investasi asing nilainya sangat tinggi ketimbang investasi dari negeri sendiri. Dari data realisasi seluruh PMA di Manggarai Barat tahun 2017, nilai yang berhasil dibukukan dari investor asing ini sebesar 37.626,012 dollar AS dari nilai yang direncanakan sebesar 102.072,580 dollar AS. Dari nilai yang trealisir tersebut, bisnis pariwisata menjadi penyumbang devisa terbanyak, yaitu 22.942,918 dollar AS (sekitar Rp 310 juta) atau 60,98 persen.
Sementara realisasi PMDN mencapai Rp 89.380.788,908 dari rencana Rp 718.392.368,523. Nilai investasi yang terealisir tersebut semuanya dipasok dari bisnis pariwisata. Nilai investasi yang terpaut jauh di bawah PMA ini menunjukkan investor Indonesia relatif terlambat masuk ke dalam bisnis pariwisata di Labuan Bajo.
[kompas-highchart id=”investasi-dalam-negeri-pariwisata”]
Manajer Restoran Le Pirate Labuan Bajo Ervis Budisetiawan mensinyalir, investor dari dalam negeri mulai masuk ke dalam bisnis pariwisata secara massif pada 2013 setelah Sail Komodo. “Kebanyakan investor kita berangkat dari pekerja di bisnis pariwisata, seperti pemandu atau karyawan. Pengalaman mereka diberdayakan oleh para pemilik modal untuk mengembangkan bisnis ini di Labuan Bajo,” kata Ervis.
Dominasi PMA
Fenomena yang menonjol di balik maraknya bisnis pariwisata di Labuan Bajo setelah Sail Komodo adalah aliran modal asing yang cukup kencang melalui skema PMA. Keterlibatan asing dalam bisnis pariwisata ini berupa investasi murni per negara atau gabungan beberapa negara, termasuk dengan Indonesia. Ada beberapa negara yang menguasai sejumlah unit bisnis sehingga terkesan memonopoli bisnis pariwisata di Manggarai Barat, khususnya Labuan Bajo.
Jalan Soekarno-Hatta bisa merepresentasikan kehadiran investasi asing di Labuan Bajo. Di ruas jalan yang panjangnya kurang lebih 1 kilometer ini sekarang dipenuhi bangunan-bangunan yang difungsikan sebagai kantor atau etalase jasa wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal. Kebanyakan berupa konter pelayanan jasa penyelaman, penyewaan kapal, pusat suvenir, agen wisata, dan restoran. Ada beberapa hotel kelas melati yang terselip di antara bangunan-bangunan tersebut.
Aktivitas masyarakat di Jalan Soekarno-Hatta kerap berbaur dengan turis mancanegara yang lalu-lalang dari pagi hingga siang hari. Mereka terdiri dari rombongan antara 3 sampai 5 orang, berpasangan, ada juga yang sendirian. Para turis ini ingin memanfaatkan layanan wisata bahari dari paket-paket yang ditawarkan oleh agen penyedia jasa.
Hotel masih menjadi unit bisnis yang paling banyak diminati dibandingkan unit bisnis lain. Ada 16 hotel PMA, mulai dari kelas melati hingga bintang tiga, yang berdiri di Labuan Bajo dan Waecicu. Sebagian hotel tersebut menempati lokasi dataran tinggi di kedua daerah ini dengan pemandangan utamanya langsung menghadap ke laut. Meski jumlah hotel PMA terbilang sedikit dibandingkan PMDN, realisasi PMA tahun 2017 dari unit bisnis ini mencapai 10.115.923 dollar AS.
Wisata air atau wisata bahari yang belakangan populer di kalangan wisatawan menjadi peluang bisnis yang mengangkat pamor kegiatan wisata ini. Paling tidak terdapat 12 unit bisnis yang sudah aktif di Labuan Bajo dan memberi kontribusi investasi sebesar 2.879.127 dollar AS. Restoran yang reputasinya sudah cukup lama di Labuan Bajo justru stagnan karena pertumbuhannya sangat kecil. Namun, realisasi PMA mencapai 2.405.500 dollar AS. Biro perjalanan wisata yang terbilang anjlok karena sampai tahun 2017 jumlah unit bisnis ini hanya tersisa dua unit dengan realisasi PMA 1.200.000 dollar AS.
Proporsi asal negara para investor asing di Labuan Bajo sekarang masih didominasi para pengusaha dari Eropa Barat. Italia adalah negara yang memiliki investasi terbanyak di Labuan Bajo. Para investor dari Negari Pizza ini menanamkan modal mereka pada enam unit bisnis pariwisata, terutama hotel, restoran, dan wisata bahari. Kafe La Cucina yang menjadi tempat favorit para turis mancanegara merupakan salah satu hasil investasi mereka di bisnis restoran.
Perancis adalah negara kedua penanam modal terbesar di Labuan Bajo. Para investor Perancis menginvestasikan uang mereka pada empat unit bisnis, yang didominasi bisnis hotel. Sementara Jerman dan Inggris yang menempati peringkat ketiga dengan tiga unit bisnis lebih banyak mengonsentrasikan diri pada hotel dan wisata bahari.
Negara Eropa Barat lain yang memiliki kontribusi relatif besar dalam investasi di bidang pariwisata adalah Belgia dan Belanda. Kedua negara ini masing-masing memiliki dua unit bisnis yang digarap di Labuan Bajo. Belgia lebih memilih untuk konsentrasi di bisnis hotel, sedangkan Belanda memilih di bidang wisata bahari. Sementara delapan negara lain yang berasal dari berbagai kawasan di dunia menginvestasikan uang mereka pada satu unit bisnis.
Selain berada di bawah bendera masing-masing negara, para investor asing ini juga mengadakan kerja sama dalam satu kelompok bisnis untuk menggarap bersama-sama potensi bisnis di sektor pariwisata. Kelompok bisnis ini berisi dua hingga lima negara dengan orientasi investasi yang bervariasi. Investasi berkelompok ini ada yang murni asing, ada juga yang melibatkan investor Indonesia.
Investor Italia bisa lebih unggul di Labuan Bajo ketimbang investor-investor dari negara lain karena persentuhan orang-orang Italia dengan penduduk lokal di Manggarai Barat sudah berlangsung lama. Kehadiran orang-orang Italia di Labuan Bajo tidak sekadar didasari oleh motif bisnis, tetapi ada juga motif kesamaan agama dengan orang Manggarai dan Flores pada umumnya. Investor Italia di mata orang-orang lokal tidak dipandang sekadar pengusaha, tetapi juga saudara seiman, yaitu Katolik.
Ervis Budisetiawan, Manejer Le Pirate Labuan Bajo, menyinyalir, penduduk Manggarai Barat yang 88 persennya beragama Katolik membuat koneksi mereka dengan orang-orang Italia terjalin baik. Para biarawan dan biarawati akan bangga kalau mereka dikirim untuk menempuh pendidikan di Italia karena di sanalah pusat agama Katolik Roma.
Koneksi yang bagus ini mendorong sebagian orang lokal untuk menempuh pendidikan di Italia. Akibatnya, banyak penduduk lokal yang bisa berbahasa Italia. “Mereka inilah yang kemudian mengundang orang-orang Italia untuk membuka usaha dan berinvestasi di Manggarai Barat dan Flores pada umumnya,” kata Ervis.
Tentang keberhasilan para pebisnis Italia dalam mengembangkan bisnis mereka di Labuan Bajo, Sekretaris Dinas PMPTSP Manggarai Barat Abdurrahman mengungkapkan, semua bisnis tersebut berawal dari kelompok. “Awalnya mereka membentuk grup dengan jumlah anggota kurang lebih 10 orang. Setelah bisnisnya berjalan lancar mereka lalu memecahkan diri menjadi usaha individual,” tutur Abdurrahman. (SULTANI/LITBANG KOMPAS)