Nusa Penida di pengujung Oktober. Matahari bersinar menyengat kulit. Di atas kapal cepat, angin laut menerpa wajah dan rambut Robby Domu. Pemandu selam Nusa Penida Water Sport itu sedang menjelaskan karakter arus di Crystal Bay sebelum tim Kompas memulai penyelaman, Selasa (24/10).

”Arus di bawah cukup kuat. Setelah kita semua masuk dan turun perlahan hingga di kedalaman sekitar 20 meter lalu ikuti kode dari saya. Jangan lupa untuk tetap merapat di karang,” ujar Robby memberi arahan singkat. Kami pun menyimak dengan saksama.

Crystal Bay merupakan salah satu titik penyelaman favorit bagi penikmat surga bawah air di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Titik ini yang paling direkomendasikan penyelam lokal untuk melihat mola-mola (sunfish), ikan yang masuk daftar untuk kami lihat dan dokumentasikan dari dekat. Menyelam di Nusa Penida tanpa bertemu mola-mola rasanya tidak lengkap.

Titik Selam di Bali

[kompas-google-maps id=”map-canvas”]

×

Sejak merencanakan penyelaman di Nusa Penida, tim Kompas telah membayangkan dapat bertemu dengan mola-mola untuk keperluan peliputan. Ikan raksasa yang berbentuk unik tersebut merupakan biota bawah laut yang menarik untuk diabadikan lewat foto ataupun video. Tak seperti ikan pada umumnya, mola-mola berbentuk seperti layang-layang. Siripnya ada di belakang pada sisi atas dan bawah.

Berdasarkan catatan Dinas Perikanan dan Kelautan Bali, ikan mola-mola pernah ditemukan di perairan Nusa Penida dengan berat mencapai 2.000 kilogram yang tersangkut jaring nelayan. Spesies ini menghuni perairan tropis dan subtropis yang biasanya terlihat di kedalaman hingga 50 meter saat siang hari dan bisa menyelam mencapai kedalaman 300-600 meter di malam hari.

Ikan mola-mola sedang melakukan ritual pembersihan badan. Ikan bendera sedang membersihkan parasit dari badan mola-mola, 15 September 2006.

Namun, ikan ini juga kerap muncul di dekat permukaan laut untuk berjemur sehingga dia dijuluki sunfish atau ”ikan matahari”. Tabiatnya muncul ke permukaan ini untuk membersihkan diri dari parasit yang menghinggapi tubuhnya.

Mola-mola di perairan Nusa Penida umumnya mulai dapat ditemui pada bulan Juli hingga puncaknya bulan Agustus. Meski harapan tim tipis untuk dapat mola-mola, tak afdal kalau tak menjajalnya.

Robby menyelam lebih dulu di Crystal Bay dan beberapa saat kemudian diikuti tim Kompas turun hingga kedalaman 20 meter. Perairan saat itu khas dengan karakter perairan di sekitar Nusa Penida, berarus! Suhu yang mencapai 25 derajat celsius cukup membuat tubuh menggigil meski sudah mengenakan baju selam (wetsuit).

”Mola-mola itu jika dicari tidak mau keluar, tetapi kalau kita biasa saja malah kadang muncul sendiri,”

Hampir satu jam menyelam, ikan matahari ini tak kunjung tampak. Robby Domu mengungkapkan, kemunculan mola-mola memang tidak dapat diprediksi. ”Mola-mola itu jika dicari tidak mau keluar, tetapi kalau kita biasa saja malah kadang muncul sendiri,” ujar Robby seraya bergurau sesampai istirahat sela penyelaman di kapal.

Untuk mengobati kekecewaan, pada penyelaman berikutnya, ia mengajak Kompas untuk bergeser ke Manta Point. Titik selam yang ditempuh sekitar 30 menit dari dermaga di Desa Toyapakeh ini lokasi favorit untuk menikmati liukan ”sayap” ikan pari manta yang bisa selebar 3-4 meter.

Tak heran, meski tim berangkat sejak pagi, sekitar pukul 10.00 waktu Bali sudah sampai lokasi, Manta Point sudah dipenuhi wisatawan yang menyelam, lokal ataupun mancanegara. Kapal-kapal cepat yang mereka sewa memadati permukaan.

[kompas-video src=’https://play-kompasvideo.streaming.mediaservices.windows.net/95e1e086-434d-43ad-ab41-fbaf534484e4/kvms_224227_20171226_tim_terbuai.ism/manifest(format=m3u8-aapl-v3)’ caption=’Rasanya belum lengkap menyusuri perairan Nusa Penida, Bali tanpa bertemu dengan makhluk anggun raksasa, pari manta.’ credit=’TIM KOMPAS’ cover_src=’https://terumbukarang.kompas.id/wp-content/uploads/sites/226/2017/12/20171110DRA260K-copy.jpg’ /]

Di titik ini, biasanya ikan pari manta karang (Manta alfredi) dan pari manta (Manta birostris) berlalu lalang membersihkan diri. Baru beberapa menit penyelam turun ke kedalaman sekitar 6 meter, menyusup di antara karang besar, tampak pari manta karang melintas dengan anggun seperti sedang mengepakkan sirip dadanya.

Meski telah berkali-kali melihat sosok fauna anggun ini, selalu saja tak kuasa menahan sihir kehadirannya. Apalagi ketika sesosok manta berwarna hitam legam menampakkan diri. Bak pesawat alien berputar-putar di sekitar batu besar untuk membersihkan diri. Pertunjukan alam yang sangat menghibur.

Namun, karena masih penasaran dengan mola-mola, usai dari Manta Point kami kembali menuju Crystal Bay untuk melakukan penyelaman kedua. Kali ini kami menyelam di kedalaman 27 meter dengan suhu 25 derajat celsius. Dan, lagi-lagi sang ikan matahari tak menampakkan wujudnya. ”Berarti Anda harus datang lagi ke Nusa Penida tahun depan untuk lihat mola-mola,” kata Robert, instruktur selam yang sedang memandu sepasang muda-mudi dari Jerman.

Buleleng

Dari Nusa Penida, tim bergerak menuju Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng. Dari Nusa Penida kami menggunakan kapal cepat menuju Pelabuhan Sanur di daratan utama Bali yang ditempuh selama 45 menit. Adapun dari Sanur menuju Pemuteran dilanjutkan dengan mobil dengan waktu tempuh hampir 5 jam.

Di sekitar Desa Pemuteran, banyak titik penyelaman yang bisa dieksplorasi, salah satunya Taman Pura di Teluk Pemuteran. Di titik ini terdapat sebuah bangunan menyerupai pura lengkap dengan patung Ganesha di kedalaman lebih dari 30 meter. Terdapat tali tambang yang dikaitkan ke pengapung yang dapat dijadikan sebagai panduan untuk turun ke dasar laut.

Penyelaman di pura bawah laut yang didirikan di kedalaman 30 meter di bawah permukaan laut di perairan Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali, Sabtu (28/10).

Patung hasil karya warga setempat itu sengaja ditenggelamkan sebagai bagian dari upaya konservasi terumbu karang. Meski beberapa fondasi pura tampak rusak, bangunan itu masih terlihat kokoh dan menjadi tempat tumbuhnya karang-karang baru. Visibilitas di titik ini sekitar 5-15 meter.

Tim  juga menyelam di pesisir Pemuteran untuk menyaksikan upaya konservasi terumbu karang dengan teknologi biorock. Terdapat sejumlah patung batu dan instalasi menyerupai terowongan, sangkar, hingga sepeda sebagai tempat tumbuhnya terumbu karang yang diletakkan hanya di kedalaman 5 meter di area berpasir dekat dari pantai. Tak heran, lokasi ini menarik perhatian banyak wisatawan.

Siput laut atau nudibranch dari keluarga Phyllidiidae ini di titik selam Taman Belut Laut, Pulau Menjangan, Buleleng, Bali, 27 Oktober 2017.

Selain Pemuteran, lokasi lain yang kami jelajahi berada di sekitar Pulau Menjangan yang masuk area Taman Nasional Bali Barat. Di pulau yang dihuni menjangan ini memiliki lebih dari 12 titik selam di sekelilingnya.

Namun, dari banyak pilihan itu, area goa bawah laut seperti di Pos II merupakan favorit. Tempat ini menawarkan sensasi kegelapan di dalam celah seperti goa yang di atapnya menjadi jalan masuk cahaya matahari.

Yang unik lainnya adalah di tempat ini pula menjangan sangat jinak dan kerapkali mendatangi perahu yang sedang berlabuh. Bermain kamera dengan menjangan bisa menjadi aktivitas untuk mengisi istirahat jeda penyelaman. (HARRY SUSILO/ICHWAN SUSANTO)