Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang wilayahnya masuk Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki total luas 1.453.500 hektar. Daya tarik taman nasional ini tentu saja keanekaragaman hayati, kebudayaan masyarakat setempat yang kaya, dan beragamnya sumber energi.
Karena daya tariknya yang tinggi, sebagian wilayah taman nasional itu kini disiapkan sebagai lokasi kunjungan wisata massal. Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Ben Gurion Saroy, Rabu (9/8), di Manokwari, Papua Barat, mengatakan, ada tiga lokasi yang akan dikembangkan sebagai ”pintu masuk” dan penghubung kawasan. Tiga lokasi itu adalah Kabupaten Nabire, Teluk Wondama, dan Manokwari Selatan.
Ben menjelaskan, untuk tujuan tersebut, pihaknya telah memberikan data kepada dinas pariwisata agar membuat rencana induk yang sama dengan program kerja Taman Nasional Teluk Cenderawasih. ”Kita berharap ’pintu’ di (wilayah) tengah akan didorong lebih dahulu sebagai pemicu, sebagai pilot project. Kalau kita kembangkan timur dan barat susah, tetapi kalau tengah akan lebih mudah. Ini juga kawasan penyangga dan dapat dikembangkan untuk mass tourism, tidak melulu ekowisata,” tutur Ben.
Menurut Ben, pihaknya juga mempunyai tanggung jawab untuk dapat mengakomodasi kunjungan wisata massal. ”Tidak semua orang yang datang ke Taman Nasional Teluk Cenderawasih ingin melihat terumbu karang,” katanya menegaskan. Taman Nasional Teluk Cenderawasih memiliki 220 spesies terumbu karang dalam tiap hektarnya.
Namun, selain punya kekayaan terumbu karang, di Teluk Cenderawasih juga dapat disaksikan hiu paus (Rhincodon typus). Kehadiran hiu paus menjadi daya tarik tersendiri, belum lagi ditambah dengan keragaman budaya dan adat masyarakat dalam kawasan taman nasional itu.
Ben mengatakan, investor sangat berminat menanamkan modal di taman nasional itu. Pihaknya, juga turut mendorong agar para investor memiliki izin pengusaha pariwisata agar segera dapat disusun skema kegiatan pariwisata massal. Skema ini merupakan strategi pariwisata baru selain rencana ekowisata yang diinisiasi masyarakat sejak 2012.
Ekowisata berbentuk pemberdayaan masyarakat ini terkait pula dengan upaya konservasi yang menjadi aktivitas Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Pengesahan peraturan daerah terkait ekowisata itu, kata Ben, telah dimulai sejak 2014. Perda diharapkan menjamin beragam aktivitas, misalnya, pelepasan tukik ke laut dan transplantasi karang. ”Sehingga semua kegiatan pemberdayaan masyarakat ada standar dari pemerintah daerah,” ucap Ben.
Namun, rencana pengembangan wisata massal tidak berarti disetujui oleh semua pihak. Kepala Program Pascasarjana Sumber Daya Akuatik Universitas Papua Paulus Boli, di Manokwari, menyatakan ketidaksetujuannya. ”Saya sebetulnya tidak setuju,” ujar Paulus.
Ditegaskan Paulus, wisata massal belum tentu mampu untuk didukung suatu ekosistem tertentu. Di Teluk Cenderawasih, kata Paulus, berkah yang harus disyukuri justru adalah lokasi sejumlah titik kunjungan yang tersebar dalam jarak relatif jauh. Lokasi itu juga cenderung sulit dijangkau. Jadi, apakah layak untuk menjadi lokasi wisata massal? (ICHWAN SUSANTO/MOHAMMAD HILMI FAIQ/INGKI RINALDI)