Di antara delapan kawasan perairan di Indonesia timur yang Kompas jelajahi dalam menjalankan liputan Jelajah Terumbu Karang, satu titik penyelaman yang paling berkesan bagi tim adalah perairan Komodo. Kelimpahan ikan yang luar biasa dengan tutupan terumbu karang serta sensasi arus yang mengiringi selalu merayu penyelam untuk kembali.

Dengan menumpang Kapal Layar Motor Adishree, pekan terakhir Agustus 2017, tim Kompas didampingi peneliti LIPI, Rikoh M Siringringo, serta pendamping selam Egitadeus Ardus dan Rudyansah. Mereka adalah para penyelam yang telah berpengalaman mengayuhkan fin di sejumlah daerah selam di Indonesia untuk tujuan riset ataupun membawa wisatawan.

Titik Penyelaman di Perairan Komodo

[kompas-google-maps id=”map-canvas”]

×

Salah satu titik selam yang masih membuat kami terpesona dengan keindahannya adalah kawasan Batu Bolong yang berada di antara Pulau Komodo dan Pulau Siaba Besar. Egi sengaja membawa kami sedikit menjauh dari sebuah batu karang berlubang yang menjadi asal-muasal penamaan Batu Bolong.

Sejumlah kapal yang digunakan untuk mengantar penyelam di titik penyelaman Batu Bolong, kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Rabu (30/8). Keberadaan ikan yang melimpah dan terumbu karang yang bagus menjadi daya tarik tempat ini.

Ini strategi untuk menghindari tim bercampur dengan grup penyelam lain. Maklum saja, sejak pagi hingga sore, titik ini menjadi favorit para operator selam di Labuan Bajo. Saat itu, tampak lebih dari lima perahu wisata selam berada di situ.

Selain menghindari grup penyelam lain, Egi juga menurunkan risiko terbawa arus saat turun memulai penyelaman. Dari tempat itu, kami mengikuti arus (nge-drift) sambil turun menikmati terumbu karang di kedalaman 10 meter hingga 25 meter.

Egitadeus Ardus (kiri) dan Rudyansah, keduanya pemandu selam, Rabu (30/8), memberikan pengarahan kepada tim Kompas sebelum turun di Batu Bolong, perairan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, NTT.

Terumbu karang yang rapat dengan kelimpahan ikan kecil yang padat memenuhi area pandang. Namun, hal itu tak mengalihkan perhatian Egi yang menunjukkan keberadaan seekor penyu hijau yang asyik menggigit-gigit karang.

Fauna terancam punah ini tampak tak terusik ketika penyelam dari berbagai sisi mengabadikan sosoknya. Meski beberapa waktu kemudian, ia beranjak menjauhi para penyelam.

Pertemuan dengan penyu hanya salah satu kemewahan dalam penyelaman. Kesenangan lainnya adalah saat penyelam bertemu dengan ikan napoleon wrasse (Cheilinus undulatus).

Ikan napoleon di titik penyelaman Batu Bolong, Kawasan Taman Nasional Pulau Komodo, Manggarai Barat, saat tim Ekpedisi Terumbu Karang Kompas melakukan penyelaman, Rabu (30/8). Ikan napoleon masuk dalam kategori appendix II Cites (convention international trade endangered species). Pada 2013, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 37 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon.

Disebut kemewahan karena ikan ini biasanya menghindari pertemuan dengan manusia. Di Batu Bolong, ikan yang dilindungi terbatas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ini tampak santai meski dikelilingi lebih dari lima penyelam.

Area penyelaman ini sebenarnya sangat sempit dengan ruang jelajah hanya sekitar 50 meter. Lebih jauh dari itu, terdapat tembok arus sangat kuat yang sangat berbahaya. Sebelum mencapai titik ini, pendamping selam sudah mengarahkan wisatawan berbalik arah sambil perlahan mulai naik untuk menikmati pemandangan terumbu karang di bagian atas.

Kerumunan ikan tersebar di titik penyelaman Batu Bolong, Kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, ketika tim Ekpedisi Terumbu Karang Kompas melakukan penyelaman, Rabu (30/8).

Sensasi arus

Titik penyelaman lain yang sensasional adalah Shotgun atau Gili Lawa yang menawarkan sensasi arus yang diburu penyelam berani dan bersertifikat minimal tingkat advance. Pemandu selam Kompas, Egi, bahkan menerapkan standar agar saat menjajal Shotgun tekanan oksigen di dalam tabung minimal 100 bar. Jika kurang dari itu, tak segan Egi menolaknya.

Seperti penyelaman di Batu Bolong, pemandangan yang indah dengan plot-plot karang di sejumlah titik serta kemunculan tiba-tiba seekor pari manta membuat tim Kompas terhipnotis. Tak terasa, tekanan di dalam tabung sudah di bawah 100 bar atau kurang dari setengah kapasitas tabung. Alhasil, menyadari hal ini, kami hanya dibawa melihat sebuah celah bernama Shotgun itu.

Pada 2013, di sela-sela Sail Komodo, Kompas pernah dibawa ke sisi lain pintu resmi Shotgun ini. Kekuatan arusnya sangat mengagetkan karena saat itu Kompas kehilangan rombongan dan hanya bersama buddy yang meski bersertifikat master, tetapi tak mengenal lokasi tersebut.

Tubuh tertarik ke atas dan ke samping sangat cepat. Jika dibiarkan, hal ini membahayakan keselamatan. Karena itu, terpaksa kami berpegangan pada batu karang. Arus yang masih sangat kuat membuat wajah tak bisa membelakangi arus, tetapi harus menghadapinya agar masker selam (goggle mask) tak terlepas. Gelembung-gelembung udara pun terempas horizontal karena tarikan air.

Ikan star puffer di titik penyelaman Castle Rock di kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Selasa (29/8).

Arus yang kuat ini memang menjadi salah satu keunggulan perairan Komodo yang diapit Laut Flores dan Samudra Hindia. “Perairan Komodo merupakan area yang dilintasi arus laut Indonesia,” kata Rikoh M Siringoringo, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang mendampingi tim Kompas di Komodo.

Kerumunan ikan tersebar di titik penyelaman Batu Bolong, Kawasan Taman Nasional Pulau Komodo, Manggarai Barat, sat tim Ekpedisi Terumbu Karang Kompas melakukan penyelaman, Rabu (30/8).

Arus laut ini berasal dari Pasifik melalui Selat Makassar, kemudian ke arah Laut Flores serta terbuang ke Samudra Hindia. Topografi perairan Indonesia yang sangat beragam membuat massa air mengalami turbulensi, sinking (arus ke bawah), dan upwelling (arus ke atas). Naiknya massa air dari lapisan bawah yang kaya nutrien ini menyebabkan perairan di sekitarnya menjadi subur. Tak heran apabila ikan di perairan Komodo sangat melimpah. (ICHWAN SUSANTO/INGKI RINALDI)