Di Pulau Binongko terdapat sepuluh benteng kuno yang dibangun pada 1251-1356 Masehi. Benteng-benteng itu dibangun sejak zaman Kerajaan Binongko untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, baik dari kerajaan lain maupun bajak laut.

[kompas-image-360 src=”https://terumbukarang.kompas.id/wp-content/uploads/sites/226/2017/12/Situs-Keramat-360-edit.jpg” caption=”Pemandangan Pulau Binongko dari Benteng Utama Koncu Kapala Patua Wali.” credit=”KOMPAS/Ardiansyah” /]

Benteng-benteng bekas pertahanan Kerajaan Binongko itu sebenarnya mempunyai potensi pariwisata dan edukasi. Meski begitu, beberapa benteng berada di lokasi yang menantang bagi wisatawan karena harus ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalur tanjakan dan turunan yang cukup terjal.

Berikut penjelasan tiap-tiap benteng yang bersumber dari artikel karya La Rabu Mbaru, Peradaban Binongko Wakatobi Buton, 2017.

1. Benteng Utama Koncu Kapala Patua Wali

Koncu Kapala Patua (Bukit Kapal Patua) Wali Sumahil Tahim Alam terletak di sebelah barat daya Kelurahan Wali dengan jarak sekitar 3 kilometer. Bukit itu membentang sejauh 800 meter. Di atas bukit itu terdapat Benteng Koncu Patua Wali yang terdiri atas tujuh pintu (Picu Lawa), yakni Lawa Patua I, Lawa Patua II, Lawa Patua III, Lawa Marasai, Lawa Kasmbira, Lawa La Ode Simboumane, dan Lawa Wa Ode Gowa.

Berdasarkan culadha tapetape Wali, Benteng Koncu Patua Wali atau sering disebut pula Koncu Kapala dibangun sejak masa pemerintahan Raja Binongko Ke-3 La Bherese (1245-1266).

Di Koncu Patua di Binongko, Wakatobi, terdapat peninggalan berupa meriam, Selasa (26/9).

Di dalam benteng itu juga terdapat sejumlah situs peninggalan, yakni Goa Pertapaan Ompu Patua (Raja Wali Sumahil Tahim Alam), Goa Mouse (Goa Gadis) Waliullah, dan Goa Bungka Bulawa (Goa Kepiting Emas). Kemudian, ada beberapa makam, yakni Makam Wali Wangka Wijaya (Patai Alam), yang menjadi sahabat Syekh Abdul Wahid; Makam Papa Aulia/Papalia (Wa Rarangkapera), istri Syekh Abdul Wahid; Makam La Ode Sibi/La Ode Tili Lakina Wali I (1634-1647); Makam La Ode Konse Lakina Wali ke II (1647-1721); Makam Raja Wali Binongko Ke-2 La Ode Berese (1245-1266); dan Makam Raja Wali Binongko Ke-7 La Ode Simboumane (1320-1331).

Selain itu, di dalam Benteng Utama Koncu Kapala Patua Wali terdapat beberapa benteng lain, seperti Benteng Masjid Pangulusi, masjid pertama; dan Benteng Baruga Sarano Wali Pangulusi, tempat musyawarah adat pertama Pulau Binongko peninggalan Syekh Abdul Wahid pada abad ke-15 (1530-1538 Masehi).

2. Benteng Kono Wali

Benteng Kono Wali terletak di Desa Jaya Makmur, yang merupakan perbatasan Kelurahan Wali dengan Desa Lagongga, Kecamatan Binongko. Disebut Benteng Kono Wali, atau perlawanan masyarakat Wali, karena sekitar tahun 1325 di masa pemerintahan Raja Binongko VII La Simboumane (1320-1331), tentara Tobelo datang pertama kali dengan puluhan perahu kora-koranya mengepung Pulau Binongko. Tentara Tobelo itu menyerang Binongko dengan tujuan untuk merampok. Serangan terakhir tentara Tobelo di Pulau Binongko terjadi pada masa Lakina Wali ke-23, La Ode Madiambo (1935-1946).

3. Benteng Raja Wali di Kelurahan Wali

Benteng Raja Wali ini dibangun pada 1332-1356. Pada 1721, Lakina Wali Ke-3 La Ode Mimbara memindahkan pusat pemerintahan adat dari dalam Benteng Koncu Patua Wali ke dalam Benteng Raja Wali, yang sekarang menjadi permukiman Kelurahan Wali. Benteng ini terdiri dari tujuh pintu (lawa), antara lain Lawa Raja Wali atau Lawa Utama (saat ini panggung pemuda), Lawa Wa Ode Gowa (lokasinya di samping SDN 1 Wali), Lawa Parigia/Lawa Bokulu/Lawa Patua/Lawa Rahasia, Lawa Papalia atau Lawa La Mata Meha, Lawa Topa Raja (jalan menuju Topa Raja Wali), dan Lawa Antara Maedani.

4. Benteng Oihu (Benteng Rahasia)

Benteng Oihu merupakan salah satu benteng rahasia yang sakral, terletak di tengah gunung di antara Kelurahan Wali dan Desa Oihu sekarang ini. Sebelum Desa Oihu dipindahkan ke pesisir sekitar tahun 1968, benteng ini masih banyak dihuni oleh masyarakat Oihu.

Mengapa sakral? Berdasarkan culadha tapetape, tradisi lisan setempat, setiap kali ada pengunjung yang berniat jahat, benteng itu tidak pernah terlihat. Ketika Binongko diserang tentara Tobelo atau tentara Belanda dan Jepang, belum pernah sekali pun benteng itu dimasuki musuh.

Tim Kompas, didampingi warga Desa Wali di Kecamatan Binongko, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (26/9), mengunjungi makam keramat.

Di dalam benteng ini juga ditemukan beberapa makam, yakni makam Raja Binongko Ke-2 La Kakadhu/La Siridatu Patai Alamu Tongka Alamu (1210-1245) dan makam Sultan Buton Ke-7 Sultan Saparagau/Oputa Mopogaana Pauna, yang hanya dua tahun menjalankan tugas sebagai Sultan Buton (1645-1647). Sultan Saparagau secara diam-diam melepaskan dan menyerahkan jabatannya kepada Lakina Sora Wolio. Kemudian, beliau menghilang dari Keraton Buton dan mengasingkan diri secara rahasia menuju Pulau Binongko, tepatnya di dalam Benteng Rahasia Oihu sampai akhir hayatnya. Di samping itu, ada pula makam Lakina Wali Ke-7 La Ode Katimanuru/Jampu (1785-1792) dan makam Lakina Wali Ke-8 La Ode Mendow (1792-1802).

5Benteng Tohallo (Benteng Rahasia)

Benteng Tohalo juga disebut benteng rahasia karena musuh atau orang yang berniat jahat tidak pernah menemukannya. Benteng ini terletak di lembah Tohallo, lebih tepatnya di atas Kelurahan Wali sekarang ini. Benteng Tohalo pernah menjadi ibu kota Kerajaan Binongko pada zaman Raja Binongko Ke-8 La Makoro/La Siku-Siku (1331-1334).

Di dalam benteng ini dulu terdapat meriam kecil yang kini telah diamankan di Wali. Di samping itu, masih ada makam Lakina Wali Ke-4 La Ode Kancinga (1750-1774) di dalam Benteng Tohallo.

6. Benteng Watiua

Benteng Watiua merupakan salah satu benteng pertahanan Binongko yang terletak di atas Desa Palahidu Barat. Benteng ini terdiri atas enam pintu (lawa), yakni pintu Palahidu, pintu Rukuwa, pintu Wa Ode Gowa, pintu Patua, pintu Rajab, dan pintu La Matameha. Di dalam benteng ini, dulu terdapat empat meriam kecil, tetapi telah hilang karena ulah manusia yang tidak menghargai sejarah perjuangan moyangnya. Satu-satunya meriam yang masih ada di dekat pintu utama Palahidu tidak hilang karena berukuran besar sehingga sulit diangkat oleh orang biasa.

Di Benteng Watiua, terdapat beberapa makam tua yang belum diketahui namanya. Ketika Binongko menghadapi pasukan Wolio Buton, benteng ini dijadikan tempat pengintaian musuh.

7. Benteng Palahidu

Benteng Palahidu merupakan salah satu peninggalan sejarah masyarakat Binongko yang berada di Desa Palahidu, Kecamatan Binongko. Lokasi benteng berjarak 2,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Rukuwa dan dapat ditempuh dengan kendaran roda dua ataupun roda empat. Benteng Palahidu terletak di atas tebing di pesisir utara Pulau Binongko.

Konstruksi benteng terbuat dari batu dan bentuknya segi empat. Di dalam benteng terdapat bekas masjid yang kini hanya tersisa tiang-tiang dan makam tua yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat sehingga masih diziarahi.

Dari atas benteng, wisatawan dapat menyaksikan pemandangan alam dan panorama laut yang terbentang luas. Tidak jauh dari benteng terdapat Pantai Palahidu yang memiliki panorama yang indah.

8. Benteng Baluara

Terletak di Kelurahan Taipabu, Kecamatan Binongko, benteng ini tidak selesai dibangun. Penyebabnya, sebagian besar penduduknya telah pergi berhijrah sejak zaman Raja Binongko La Makorom yang dikenal kejam.

Pada pemerintahan Lakina Wali Ke-23 La Ode Madiambo (1935-1946), tentara Tobelo menyerang Binongko. Ketika itu, Tobelo menyerang Wali di Pantai Yoro, tetapi rakyat Wali bersatu sehingga pasukan Tobelo banyak yang gugur. Sebagian prajurit Tobelo juga menyerang Benteng Baluara, yang dijaga oleh Ama Wa Mbote.

9. Benteng Tadhuna Haka

Benteng Tadhuna Haka terletak di Desa Haka, Kecamatan Togo, Binongko. Seperti Benteng Baluara, Benteng Tadhuna Haka tidak selesai pembuatannya karena  masyarakatnya pergi ke daerah yang aman. Benteng Tadhuna Haka sempat dijadikan tempat perkemahan/Kampo Walanda (Belanda) saat mencari Kapitan Waloindi (Pattimura) karena ada berita bahwa Kapitan Waloindi (Pattimura) melarikan diri ke Pulau Binongko setelah membinasakan pasukan Belanda di lautan Buru.

Penjaga Benteng Tanduna Haka, La Sibani, saat tentara Belanda datang, segera melaporkannya kepada Kapitan Waloindi. Berdasarkan cerita, saat pasukan Belanda terlena mabuk-mabukan, Kapitan Waloindi segera meniupkan doa tidur (kapakole). Maka, tertidurlah mereka di atas batu itu sampai tidak sadarkan diri. Bahkan, kabarnya, seluruh pasukan Belanda menjadi lumpuh tak berdaya dan pada akhirnya mereka mati terbunuh serta kapal perangnya dibakar habis.

10. Benteng Kaluku/Papalia (Benteng Pertahanan)

Benteng Popalia tadinya terletak di Kelurahan Popalia, Kecamatan Togo, Binongko. Namun, benteng itu sudah punah karena batu-batu bentengnya telah habis terpakai oleh pembangunan masyarakat setempat. (LITBANG KOMPAS/ TOPAN YUNIARTO)