Sepuluh bulan sudah kegiatan-kegiatan konservasi di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, terhenti. Tak ada lagi patroli menertibkan nelayan-nelayan pengguna kompresor. Tak ada lagi anggaran pemulihan terumbu karang yang rusak. Tak ada lagi penindakan ponton-ponton penambat kapal dan tempat wisata bahari yang tidak berizin.

Hal itu terjadi karena ada peralihan kewenangan pengelolaan dari Pemerintah Kabupaten Klungkung ke Pemerintah Provinsi Bali. Peralihan itu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pascapenerbitan UU itu, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Klungkung, diambil alih Pemprov Bali. Namun, pengambilalihan itu memakan waktu hampir setahun sehingga nasib Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida terkatung-katung.

”Pelimpahan KKP Nusa Penida ke provinsi seharusnya paling lambat Oktober tahun ini. Namun, sampai sekarang masih belum ada serah terima. Hal itu menyebabkan kami tidak bisa bergerak karena khawatir melanggar regulasi,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP Nusa Penida I Nyoman Karyawan, akhir Oktober lalu. Bahkan, dalam UU Pemerintahan Daerah itu, masa transisi hanya diberi waktu selama dua tahun atau seharusnya masalah birokrasi administrasi ini sudah selesai Oktober 2016.

Selain itu, kata Karyawan, zonasi KKP Nusa Penida secara otomatis juga tidak bisa diterapkan lagi karena pengaturan dan penetapannya mengacu kepada peraturan daerah kabupaten, bukan provinsi. Lantaran tidak berlaku, peraturan zonasi itu tidak bisa dijadikan dasar hukum penindakan pelanggaran terhadap konservasi.

Penyelaman di lokasi Toyapakeh, Nusa Penida, Bali, yang kerap berarus kencang, Selasa (24/10).

Nusa Penida merupakan pulau berjuluk ”Blue Paradise” atau ”Surga Biru” yang berada di tenggara Pulau Bali. Nusa Penida terkenal dengan kawasan selam, seperti Penida Bay, Manta Point, Batu Meling, Batu Lumbung, Batu Abah, Toyapakeh, dan Malibu Point. Daerah ini satu-satunya lokasi di Indonesia yang dikenal sebagai tempat perjumpaan musiman dengan ikan raksasa mola-mola (sunfish) pada bulan Juli-Agustus.

Hal itu tidak mengherankan karena kawasan perairan Nusa Penida itu bagian dari Bentang Laut Sunda Banda. Bentang laut itu merupakan bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang atau Coral Triangle, pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.

Pada 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan perairan Nusa Penida sebagai Kawasan Konservasi Perairan melaui Keputusan Menteri KKP Nomor 24 Tahun 2014. Tujuannya adalah menjaga perikanan yang berkelanjutan dan perlindungan keanekaragaman hayati laut.

Taman Wisata Perairan Nusa Penida yang seluas 20.057 hektar itu memiliki terumbu karang seluas 1.419 hektar, 296 jenis karang, dan 576 jenis ikan. Kawasan itu juga merupakan habitat penting bagi parimanta, penyu, hiu, paus, lumba-lumba, dugong, penyu hijau, penyu sisik, dan ikan mola-mola.

Field Officer Coral Triangle Center (CTC) di Nusa Penida, I Komang Budiarta, mengatakan, sejak 2010 Nusa Penida semakin banyak dikunjungi wisatawan domestik dan asing. Sejak tahun itu pula banyak penyedia jasa wisata mengembangkan wisata bahari.

Wisatawan menaiki kapal penyeberangan di Kampung Toyapakeh, Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung, Bali, Senin (23/10). Selain dapat menikmati suasana pantai, wisatawan juga bisa menyaksikan pemandangan Gunung Agung dari lokasi tersebut.

Dalam skala besar, pembangunan sarana pariwisata perairan kurang memerhatikan konservasi secara berkelanjutan. Dalam skala kecil, terumbu karang menjadi rusak karena diinjak ataupun diambil saat menyelam.

”Di sisi lain, banyak nelayan mencari ikan di perairan Nusa Penida. Berbagai cara mereka lakukan mulai dengan jaring pukat, kompresor, dan peledak. Dengan adanya zona KKP dan UPT KKP, kondisi perairan dapat dijaga baik,” katanya.

Kembali rusak

Dengan adanya kekosongan wewenang UPT KKP itu, kerusakan-kerusakan terumbu karang kembali terjadi selama bertahun-tahun. Kerusakan itu berupa karang-karang hancur akibat pemberat beton pengikat tali ponton wisata bergeser terseret arus.

Karang itu juga rusak akibat sejumlah alat bantu wisata jalan di bawah laut (sea walk) dari beton dan besi yang dipasang di hamparan karang. Selain itu, di sejumlah karang terdapat coretan-coretan menggunakan aksara Latin dan Mandarin.

Karyawan mengatakan, UPT KKP tidak lagi bisa memonitoring dan menindak pelaku-pelaku perusakan itu. Laporan-laporan yang diterima hanya bisa diinformasikan kembali ke provinsi. Sekali lagi, karena KKP Nusa Penida sudah tidak lagi memiliki wewenang.

”Tahun ini pun kami tidak mendapat alokasi dana operasional dan kegiatan-kegiatan konservasi. Pemerintah Kabupaten Klungkung hanya mengalokasikan dana untuk pegawai UPT KKP,” katanya.

Anggota organisasi nonpemerintah Coral Guardian dari luar negeri melakukan transplantasi terumbu karang di perairan pantai Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, Rabu (25/10).

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengakui, masalah ini terjadi karena pemerintah tingkat kabupaten tidak menyangka bakal terjadi kekosongan seperti ini, padahal mereka telanjur menyerahkan kewenangan kepada pemprov. Sementara itu, kerusakan terumbu karang terus terjadi, misal disebabkan oleh ponton.

”Sebetulnya logikanya seperti ini, asal pelimpahan personel, pendanaan, sarana-prasarana, dan dokumen belum usai, kita yang turun,” ujar Suwirta.

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Klungkung akan berupaya mencari ketegasan posisi mereka dalam konservasi lingkungan di tengah kevakuman ini. Salah satunya dengan konsultasi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.

Masih meninjau

Ditemui sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Made Gunaja mengatakan, Pemprov Bali masih meninjau ulang penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) pascapemberlakuan UU No 23/2014. Di sisi lain, penyerahan urusan pengelolaan KKP terkait personalia, prasarana-sarana, pembiayaan, dan dokumen (P3D)  terkendala ketiadaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

KKP Nusa Penida merupakan satu dari 10 jejaring KKP di Bali seluas lebih dari 50.000 hektar. Nusa Penida, KKP terluas ini, bersama perairan lain di Bali yang hingga kini masih dalam tahap pencadangan lokasi telah masuk dalam peta rencana konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Berlarutnya masalah birokrasi dan administrasi jangan sampai membuat KKP Nusa Penida yang telah terkelola menjadi mundur dan mengorbankan kualitas wilayah konservasi itu. Selain itu, bukankah Indonesia juga memiliki janji kepada dunia akan menyediakan total 20 juta perairan lautnya sebagai kawasan konservasi pada 2020? (HENDRIYO WIDI/DIDIT PUTRA ERLANGGA/ICHWAN SUSANTO)