Puluhan bocah duduk bersila menghadap arah Sofyan Labuha (39), Kamis (27/7) petang. Hari itu mereka baru saja menunaikan ibadah shalat Maghrib berjemaah di masjid Desa Bobanehena, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.

Sofyan, yang membahasakan dirinya dengan sebutan “paman”, tengah memberikan sejumlah petuah kepada anak-anak tersebut di bagian teras masjid. Di antaranya ajakan memperingati Hari Anak yang bakal digelar di desa tersebut pada akhir pekan itu dan ajakan belajar menghafal kitab suci Al Quran pada lembaga yang dikelolanya. Selain itu, Sofyan juga menyampaikan peringatan tentang bahaya penggunaan narkoba, larangan menghirup zat pelarut lem dengan efek memabukkan yang disebut ngelem, dan sebagainya.

Larangan itu bukan tanpa alasan. Sebab, perilaku ngelem sudah terjadi. Bahkan, narkoba juga telah memakan korban salah seorang warga desa tersebut.

Anak-anak mendengarkan petuah dari Sofyan Labuha seusasi shalat Maghrib di masjid Desa Bobanehena, Kecamatan Jaiolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Kamis (27/7). Anak-anak mendapatkan petuah seperti menjauhi minuman keras dan narkoba serta ajakan untuk menghafal Al Quran.

“Perempuan, usianya (sekitar) 20 tahun. Meninggal tahun ini,” ujar Sofyan tentang salah seorang warga yang diduga kuat sebagai korban pengonsumsian narkoba tersebut.

Raut wajahnya seketika tegang. Memorinya seolah dilempar kembali ke masa beberapa waktu sebelumnya tatkala mengetahui kabar mengejutkan tersebut.

Sore itu Sofyan ditemani Muslim Arsad. Seorang tokoh pemuda Desa Bobanehena yang juga menjabat Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata Halmahera Barat, Maluku Utara.

Untuk beberapa saat, Sofyan dan Muslim terlihat kikuk. “Saya kaget dan lalu mengumpulkan para orangtua,” kata Sofyan yang sehari-hari adalah Kepala Bidang Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Barat. Kesempatan itu digunakannya untuk menyosialisasikan segala ihwal tentang narkoba, ngelem, dan sebagainya.

Kemudian, ia pun mewujudkan Forum Anak yang beranggotakan anak usia 0-18 tahun. Mereka berperan sebagai pelopor dan pelapor. Pelopor gaya hidup sehat dan pelapor kepada orangtua atau kepada Sofyan dan tokoh pemuda lain jika diketahui terdapat anak-anak lain yang ngelem dan sejenisnya.

Urat nadi

Namun, forum tersebut hanya salah satu di antara aktivitas lain yang menjadi intisari dan tengah disiapkan jadi urat nadi desa tersebut. Juga sebagai jalan keluar bagi sebagian kaum muda yang terjerat penggunaan zat-zat terlarang ataupun mereka yang belum beroleh kerja. Aktivitas tersebut adalah konsep desa wisata syariah yang tengah digadang-gadang Sofyan bersama dengan Muslim.

Konsep itu memang belum matang. Akan tetapi, sebagian bentuknya sudah bisa mereka bayangkan. Misalnya saja aktivitas ibadah sebagian penduduk di mana para pengunjung bisa saja turut bergabung.

Selain itu, keberadaan lembaga penghafal kitab suci Al Quran yang kini diikuti 40 anak laki-laki dan 40 anak perempuan. Usia mereka berkisar 6-18 tahun. Selama delapan bulan belajar, peserta bisa menjadi seorang hafiz dan hafizah (penghafal kitab suci Al Quran). Tidak ada biaya dikenakan untuk menjalani proses tersebut.

Saat ini, pesertanya berasal dari penduduk setempat dan desa-desa sekitar Bobanehena. Ini menyusul metode pembelajaran yang dilakukan sejak lepas waktu subuh hingga pukul 06.00, dilanjutkan dengan aktivitas sekolah. Lantas, diteruskan pada malam hari setelah waktu isya hingga pukul 21.30.

Setiap hari murid-murid tetap pulang ke rumah orangtua mereka. Lembaga yang menjadi cita-cita Sofyan sejak lama itu hanya menerima murid yang sudah bisa mengaji.

Bocah-bocah penghafal kitab suci Al Quran itu juga punya presatsi akademik moncer. Menurut Sofyan, sejumlah lomba tingkat provinsi, seperti Olimpiade Fisika, merupakan ajang di mana murid-murid tersebut mengukir prestasi membanggakan.

Anak-anak belajar menghafal Al Quran dengan bimbingan ustaz di Desa Bobanehena, Kecamatan Jaiolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Kamis (27/7). Keberadaan pendidikan penghafal Al Quran ini sebagai upaya untuk menjauhkan anak-anak dari perilaku menyimpang, seperti mengonsumsi minuman keras dan narkoba. Selain itu, hal ini juga sebagai upaya merintis desa pariwisata syariah.

Saat gempa mengguncang bumi Halmahera Barat dan juga menyebabkan kerusakan sejumlah bangunan di Bobanehena pada November 2015, lembaga Daarul Qur’an yang dipimpin Ustaz Yusuf Mansur itu turut membantu. Ini termasuk memfasilitasi keberadaan sejumlah guru dan bangunan tempat mengajari murid-murid itu.

Waktu relatif singkat untuk menjadi seorang penghafal kitab suci Al Quran itu memancing pula minat banyak pihak untuk ingin tahu. Bagi Muslim dan Sofyan, ini berarti pula kunjungan pihak luar yang dapat dibingkai dalam konsep wisata syariah.

Konsep ini untuk melengkapi potensi desa tersebut terkait kekayaan wisata alam dalam bingkai Kelompok Sadar Wisata Halmahera Barat. Di Jailolo, Bobanehena dikenal sebagi lokasi untuk menyaksikan matahari terbit dan wisata gunung.

Bagi Kepala Dinas Pariwisata Halmahera Barat Demianus Sidete, Desa Bobanehena punya arti khusus. Ia menyebutnya sebagai kampung penghafal kitab suci Al Quran dan tempat para pemuda bergerak membangun fasilitas-fasilitas wisata tanpa bantuan pemerintah.

Atasi tantangan

Potensi relatif besar bagi desa tersebut untuk menjalankan industri wisata bernapas syariah dan tengah diaktifkan para pemuda seperti Sofyan dan Muslim, berawal dari tantangan dalam desa itu. Hal tersebut berupa kecenderungan bagi pemuda untuk tidak bekerja setelah lulus sekolah.

Persentasenya cukup mencengangkan. Delapan dari setiap sepuluh pemuda yang lulus sekolah relatif tidak melakukan apa-apa di desa tersebut. Adapun dua orang lainnya yang dianggap bekerja cenderung melakukannya di tanah rantau.

Karena itulah, selain fokus dengan potensi wisata yang diaktifkan, sebuah pusat pelatihan multimedia juga telah didirikan. Harapannya, pemuda setempat dapat mempelajari teknik produksi dokumentasi video, fotografi, dan desain grafis.

Namun, jauh sebelum itu, duet Sofyan dan Muslim telah mulai mengenalkan aktivitas pariwisata ke desa tersebut. Pada 2013, misalnya, Sofyan meminta Muslim untuk menyiapkan lokasi wisata alam berupa susur perkebunan cengkeh dan pala. Rute penyusuran tersebut diakhiri sebuah kamp untuk menikmati atraksi memasak apa pun dengan menggunakan bambu yang disebut rimo dan pemantauan burung maleu (maleo).

Rute persiapan itu tengah memasuki tahap akhir dengan pembangunan sejumlah cottage. Pada tahun 2013 itu pula, salah satu titik pantai yang dinamai Sofyan dengan “Pantai Galau” dikelola. Kegiatan bertajuk ”Gelar Budaya Pesisir” juga pernah dihelat. Namun, empat bulan kemudian tempat itu tutup karena pemilik lahan memutuskan mengambil alih pengelolaan.

Namun, semuanya bukan tanpa tantangan. Upaya mendorong ekonomi desa dari pariwisata juga beroleh tentangan dan penolakan sebagian penduduk yang mengkhawatirkan dampak wisata pada kehidupan sosial setempat. Akan tetapi, perlahan Bobanehena dengan caranya menemukan daya tariknya sendiri di Jailolo. (ICHWAN SUSANTO/FRANSISKUS PATI HERIN/INGKI RINALDI)